Budaya di Keluarga
Jadi sekarang saya akan
menjelaskan budaya dan adat apa saja yang ada dikeluarga saya. Saya sendiri
lahir dan besar di Jakarta, sedangkan Ibu dan Ayah saya keduanya berasal dari Padang
Panjang, Sumatera Barat atau bisa dibilang Minangkabau asli. Saya biasanya untuk
pulang kampung melewati jalur darat yaa kalau dihitung sekitar dua hari semalam.
Budaya Minangkabau sendiri
menganut sistem Matrilineal yang
berarti adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari ibu, baik itu
dalam pernikahan, warisan, suku, dan sebagainya. Misalnya dalam hal suku, saya
akan mengikuti suku dari Ibu saya dan yang dimaksud “kampung” diatas adalah
rumah ibu saya yang di sana. Karena seperti yang dibahas sebelumnya kalau adat
Minang itu mengikuti pihak ibu, sedangkan pihak ayah disebut dengan “bako”.
Dalam pernikahan tradisi
Minangkabau, pihak wanitalah yang “membeli” pria. Kasar sih emang, tapi sebenarnya
nama adat ini adalah ba japuik atau
uang penjemput. Jadi pihak wanita harus jemput si pria dengan membawa harta,
baik itu uang, emas, atau yang lain. Tujuannya untuk mengangkat derajat si pria
dan nanti akan dipanggil gelarnya. Tapi tradisi ini hanya ada di kota Pariaman
saja.
Kata Ibu saya, kalau tradisi
nikah dikampung saya itu untuk wanitanya saat melamar diberi tanda gitu seperti
gelang emas atau tenun songket lalu diserahkan ke pria. Setelah nikah,
dikembalikan lagi ke wanitanya. Sebelum acara nikahan, sebenarnya ada adat
namanya malam bainai. Jadi mempelai
wanita akan dipasangkan inai di malam itu, tapi itu tergantung dari pihak
wanitanya mau diadakan atau tidaknya. Oiya, pamali untuk mempelai wanita bilang
“berat” saat memakai suntiang (hiasan dikepala), soalnya pakai suntiang saja
sudah ngeluh berat gimana nanti dikehidupan rumah tangganya he he.
Lalu kebiasaan keluarga di
kampung saya itu, setiap jam makan semuanya harus berkumpul di ruang keluarga dan
mulai makan setelah kakek dan nenek saya mulai makan. Dan untuk anak gadis
harus bantu beres-beres, kalau tidak nanti dapat calon suami yang
berantakan/pemalas.
Untuk rumah disini kebanyakan berbentuk rumah panggung, karena seperti yang kita tahu kalau Sumatra Barat daerah rawan gempa dan untuk atapnya sudah tentu “atap bergonjong” yang merupakan ciri khasnya.
Sekian dulu pembahasan tentang
budaya Sumatera Barat dari saya. Sebenarnya masih banyak lagi budaya yang belum
disebutkan, seperti halnya tarian, pakaian, upacara, makanannya, budaya Sum-Bar yang
menjunjung tinggi pendidikan, dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar